PUTUSAN HAKIM BATAL DEMI HUKUM
TERDAKWA ANAK
KASUS POSISI :
• Kamarudin dan Sofyan adalah anak-anak yang mulai menginjak remaja. Umur sepasang sahabat karib itu masing-masing sekitar 16 tahun. Namun meski berumur semuda itu, keduanya sudah berani melakukan perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh orang dewasa sekalipun.
• Perbuatan terlarang yang dilakukan keduanya adalah mencuri sepeda di halaman Balai Kabupaten Tanah Grogot, Kabupaten Pasir yang bersebelahan dengan Gedung Bioskop Sirana Teater, tempat banyak pengunjung Sirana teater memarkir sepedanya.
• Kamarudin dan Sofyan mencuri sepeda itu dengan sangat gampang ketika pengunjung mulai masuk ke Gedung bioskop sekitar pukul 21.00 WIB dan suasana halaman Balai Kabupaten dan Gedung Bioskop mulai sepi, keduanya beraksi. Aksi pencurian sepeda ini bukannya yang pertama kali, sebelumnya mereka telah mencuri beberapa kali. Sasaran pencuriannya sama yaitu sepeda. Dihitung, sudah empat kali ia mencuri sepeda.
• Keempat buah sepeda itu dijual Kamarudin dan Sofyan pada Hambali dengan berbagai dalih, diantaranya untuk membayar sekolah, untuk melayat neneknya yang meninggal,d an disuruh menjualkan sepeda milik familinya. Kwitansi pembelian yang diminta Hambali saat membeli sepeda itu dibuat sendiri oleh Kamarudin dan Sofyan.
• Dari hasil penjualan sepeda-sepeda itu, Kamarudin dan Sofyan masing-masing mendapat uang sebesar Rp. 25.000,-, Rp. 45.000,-, Rp. 20.000,- dari penjualan sepeda ke empat harusnya Kamarudin dan Sofyan mendapat uang masing-masing Rp. 40.000,- tetapi polisi telah berhasil menangkap keduanya berkat laporan dari pemilik sepeda.
• Pemeriksaan dilakukan terhadap Kamarudin dan Sofyan setelah memperoleh cukup bukti dan saksi-saksi. Selanjutnya Jaksa mengajukan Kamarudin dan Sofyan ke Pengadilan Negeri Tanah Grogot sebagai terdakwa.
• Di persidangan Jaksa Penuntut Umum dalam Requisitoirnya menuntut terdakwa bersalah melakuan tindak pidana kejahatan Pencurian pada waktu malam hari yang dilakukan secara bertutut-turut sebagai perbuatan berlanjut, dengan jalan setidak-tidaknya masing-masing perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sebagaimana dimaksud dalam dakwaan :
Primair :
Pasal 363 (1) ke 3, ke 4 jo pasal 362 jo Pasal 64 jo Pasal 65 KUHP.
Subsidair :
Pasal 480 ke 1 jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP
Atas kesalahan yang telah dilakukan Kamarudin dan Sofyan, Jaksa Penuntut Umum memohon pada Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara masing-masing selama 5 (lima) bulan potong tahanan.
PENGADILAN NEGERI :
• Hakim pertama yang mengadili perkara ini memberikan pertimbangan yuridis sebagai berikut :
• Pasal 363 (1) ke 3, ke 4 KUHP dalam dakwaan primair, memiliki unsur :
Pencurian pada waktu malam.
Dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya.
• Terdakwa mengambil sepeda sebanyak 4 kali berturut-turut sekitar pukul 21.00 saat pemiliknya menonton film di Sarana Teater.
• Pengertian rumah adalah tempat kediaman yang dihuni orang sebagai tempat berdiam siang dan malam. Sedangkan pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya adalah pekarangan atau halaman yang menjadi bagian tak terpisahkan dari rumah tersebut.
• Terdakwa mengambil 4 sepeda di halaman yang tidak terpisahkan dari Balai Kabupaten dan Gedung Bioskop Sirana Teater. Kedua bangunan tersebut, tidak berpenghuni layaknya rumah tinggal karena hanya digunakan untuk pertemuan dan pertunjukan film. Dengan demikian unsur kedua ini, tidak terbukti.
• Meskipun unsur pertama terpenuhi, namun karena tidak dapat dipisahkan dari unsur kedua yang tidak dapat dibuktikan, maka pasal ini harus dikesampingkan.
• Pasal 363 (1) ke 4 unsurnya : dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. Kamarudin dan Sofyan bersama-sama melakukan serangkaian proses: Pencurian dan Penjualan, hingga pembagiannya penjualan 4 buah sepeda hasil curian tersebut. Dari fakta ini maka unsur dalam pasal dakwaan terbukti.
• Selanjutnya Hakim mempertimbangkan pasal 362 KUHP pasal tersebut adalah delik pokok. Dalam hubungannya dengan pasal 363 merupakan delik pemberatan atau pasal yang dikwalifisir. Pembedaan keduanya penting untuk ancaman hukuman (Vide Prof. Stochid Kartanegara, SH Hukum Pidana kumpulan kulian Bagian 1 halaman 149). Ancaman hukuman bagi kedua jenis delik tersebut berbeda, sehingga penempatan kedua pasal itu (363 (1) ke 3, 4 jo pasal 362 KUHP) dalam Dakwaan Primair menjadikan dakwaan tersebut Kabur (Obscrue Lible). Karena pasal yang dimaksud Jaksa penuntut umum tidak jelas, jika akan didakwakan pasal 362 KUHP, lebih tepat jika didakwakan sebagai dakwaan subsidair. Oleh karena Dakwaan kabur, maka pasal 362 KUHP harus dikesampingkan.
• Pasal 64 jo 65 KUHP yang didakwakan, merupakan gabungan dari beberapa perbuatan yang dapat dihukum (semenloop van Strafbare feiten). Pokok ajaran Samenloop adalah mengenai ukuran penentuan beratnya pidana apa yang akan dijatuhkan pada seseorang, karena melakukan lebih dari satu tindak pidana.
• Pasal 64 KUHP, merupakan alah satu bentuk dari ajaran samenloop yang mengatur perbuatan yang dilakukan (Voorgezette handeling) yang terjadi jika seseorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan delik yang berdiri sendiri tetapi diantara perbuatan itu ada hubungan erat sebgai rangkaian perbuatan yang dilanjutkan. Pasal 64 (1) KUHP menentukan bahwa dalam tindak pidana yang dilakukan secara berlanjut yang dikenakan kepada terdakwa adalah ancaman hukuman pokok yang paling berat. Ayat kedua dari pasal itu mengatur ukuran pemidanaan terhadap dua jenis perbuatan yang sifatnya berlainan, yaitu bila orang dipersalahkan memalsu atau merusak uang, maka hanya digunakan satu ketentuan pidana saja. Sedang ayat ketiga mengatur ukuran pemidanaan bebrapa kejahatan ringan tertentu sebagai perbuatan yang dilanjutkan, harus dianggap kejahatan biasa, sehingga dalam pasal 64 KUHP terdapat 3 jenis ukuran untuk menetapkan beratnya pidana terhadap perbuatan berlanjut.
• Pasal 65 KUHP adalah bentuk lain ajaran Samenloop yang mengatur gabungan tindak pidana (Cancorsus realis). Menurut pasal ini, ukuran penetapan beratnya pidana adalah satu hukuman saja yang dijatuhkan sedangkan maksimum hukuman adalah jumlah ancaman hukuman tertinggi dari pebuatan-perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari hukuman maksimum terberat ditambah dengan sepertiganya (Sistim Absorbsi yang dipertajam).
• Dengan dicantumkannya pasal 64 dan 65 KUHP dalam dakwaan, maka terdapat 4 jenis ukuran pemidanaan yang masing-masing berbeda. Dalam menerapkannya diperlukan kecermatan. Kesalahan penerapan concursus idealis atau realis menjadi Voorgezette Handeling dapat membatalkan dakwaan atau menyebabkan dakwaan tidak terbukti.
• Merujuk pada pertimbangan tersebut, Jaksa penuntut umum dalam hal ini bukan saja salah menerapkan Concursus realis, idealis maupun Voorgezette Handeling, tetapi juga mencampur adukkan ajaran Samenloop. Keempat ukuran pemidanaan tidak dapat diterapkan bersamaan dalam perkara ini, karena akan merugikan terdakwa dan dapat menimbulkan ketidak pastian hukum. Oleh karena dakwaan ini kabur, maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut.
• Pertimbangan selanjutnya adalah apakah perbuatan para terdakwa memenuhi unsur-unsur dakwaan subsidair pasal 480 ayat ke I e KUHP jo pasal 55 (1) ke 1 KUHP :
Karena sebagai sekongkol, barang siapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau dst……..dst……….dst.
• Yang dimaksud dengan sekongkol adalah sama dengan tadah. Sedangkan yang dilakukan para terdakwa adalah bersama-sama mengambil 4 buah sepeda dalam waktu yang berbeda, tanpa sepengetahuan pemiliknya, yang sedang nonton film. Kemudian sepeda itu dijual pada Hambali, dan para terdakwa telah menikmati hasil penjualan tersebut. Perbuatan tersebut jelas bukan merupakan perbuatan sekongkol atau tadah, sebagai mana dimaksud tersebut dimuka, sehingga unsur ini tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan. Karena salah unsur dari pasal yang didakwakan tidak terbukti, maka unsur selain dan selebihnya harus pula dikesampingkan, serta Dakwaan subsidair dinyatakan tidak terbukti.
• Atas pertimbangan tersebut Hakim pertama memberikan putusan :
MENGADILI :
Menyatakan Dakwaan Primair, Obcure Lible.
Membebaskan terdakwa: Kamarudin dan Sofyan dari Dakwaan tersebut.
Menyatakan Dakwaan Subsidair tidak terbukti, secara sah dan meyakinkan.
Membebaskan Terdakwa Kamarudin dan Sofyan dari dakwaan tersebut.
Memulihkan hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
dst…………….dst…………….
MAHKAMAH AGUNG RI :
• Jaksa penuntut umum menolak putusan Pengadilan Negeri dan mengajukan permohonan kasasi dengan keberatan sebagai berikut :
1. Hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya, putusan Pengadilan Negeri menyatakan surat dakwaan Primair adalah kabur, samar-samar, sehingga harus dikesampingkan. Hal tersebut tidak tepat karena catatan dakwaan jaksa penuntut umum telah memenuhi syarat formal, sesuai (pasal 143 (2) huruf “a” KUHP, dan telah memenuhi syarat materiil sesuai pasal 143 (2) huruf “b” KUHP. Catatan dakwaan telah diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum serta dilengkapi dengan identitas terdakwa.
2. Dakwaan disusun secara alternatif, dimaksudkan agar jika dakwaan primair tidak terbukti, diharapkan dakwaan subsidair dapat terbukti, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Pemohon kasasi tidak sependapat dengan hal ini karena unsur-unsur yang terkandung pada pasal dalam dakwaan subsidair telah terbukti dengan diketahuinya 4 buah sepeda berasal dari kejahatan.
• Mahkamah Agung RI setelah memeriksa perkara ini berpendapat bahwa keberatan 1 dan 2 yang diajukan terdakwa dapat dibenarkan, karena Pengadilan Negeri salah menerapkan hukum sehingga putusan pembebasan harus dianggap bukan bebas murni, berdasarkan pertimbangan yang pokoknya sebagai berikut :
1. Dakwaan Jaksa penuntut umum telah memenuhi ketentuan pasal
143 KUHP.
2. Keterangan saksi tidak disangkal terdakwa, sebagaimana
pengakuan terdakwa sendiri. Tuduhan dalam Dakwaan Primair harus dianggap terbukti.
• Terlepas dari keberatan kasasi tersebut, menurut Mahkamah Agung dengan memperhatikan Berita Acara Persidangan dan Umur terdakwa, Putusan Pengadilan tersebut batal demi hukum, karena tidak memenuhi ketentuan pasal 153 ayat 3 KUHP. Seharusnya pemeriksaan perkara para terdakwa dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum.
• Akhirnya Mahkamah Agung memberi putusan sebagai berikut :
MENGADILI :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi.
- Menyatakan batal demi hukum putusan Pengadilan Negeri
Grogot tanggal, 11 Oktober 1989, No. 65/Pid.B/1989/PN.TG.
MENGADILI SENDIRI :
- Memerintahkan Pengadilan Tanah Grogot untuk memeriksa
para terdakwa dalam sidang tertutup, kemudian memutus perkara tersebut.
- dst…………dst…………dst………..
CATATAN :
• Dari putusan Mahkamah Agung RI tersebut diatas, dapat diangkat “ABSTRAK HUKUM” sebagai berikut :
• Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili terdakwa yang masih tergolong anak-anak (berumur 16 tahun), maka Hakim wajib melaksanakan persidangan secara tertutup sebagaimana diatur Pasal 153 (3) KUHP. Bilamana ketentuan ini dilanggar, dalam arti Hakim melaksanakan persidangan secara terbuka untuk umum, maka putusan Hakim tersebut adalah batal demi hukum dan Mahkamah Agung memerintahkan Pengadilan Negeri untuk memeriksa terdakwa di dalam persidangan tertutup.
• Demikian catatan atas kasus ini.
(Ali Boediarto)
• Pengadilan Negeri Grogot.
No : 65/Pid-B/1989/PN.Tg. Tanggal, 11 Oktober 1989.
• Mahkamah Agung RI :
No : 84 K/Pid/1991. Tanggal 26 April 1994.
Majelis terdiri dari : H. ADI ANDOJO SOETJIPTO, SH, Ketua muda Mahkamah Agung sebagai ketua sidang didampingi Hakim Agung sebagai anggota : H. TOMY BOESTOMI, SH dan NY. KARLINAH PALMINI ACHMAD SOEBROTO, SH Serta Panitera Pengganti WAYAN WARKU.
Pengadilan Agama
KEDUDUKAN ANAK TUNGGAL
ATAS HARTA WARISAN
KASUS POSISI
• R Icak menikahi Omot pada tahun 1895. Pernikahana itu tidak dicatatkan secara administratif karena beberapa sebab. Dari pernikahan itu, Icak dan Omot mendapatkan dua orang anak perempuan dan empat anak laki-laki 1. Utom 2. Utom 3. Icih 4. Patah 5. Titi 6. Wawin.
• Icak meninggal tahun 1947 disusul isterinya 10 tahun kemudian. Utom anak sulung Icak meninggal tahun 1992. Sedangkan Titi meninggal setahun sebelumnya, hingga setahun Utom meninggal 4 orang lainnya masih hidup meskipun sudah sering sakit-sakitan.
• Titi, anak perempuan Icak, dua kali menikah, pernikahannya yang pertama dengan Marto memberinya seorang anak perempuan yang diberi nama Tati Supiati. Setelah Marto meninggal, Titi menikah lagi dengan H.A. Suhanda. Suhanda adalah seorang duda dengan satu anak yang bernama Ujang. Suhanda meninggal sebelum Titi meninggal.
• Titi meninggalkan ahli waris :
3. Tati Supiati (anak tunggal perempuan)
4. Patah, Uto, Wawin dan Icih (saudara kandung)
• Titi meninggalkan harta warisan yang relatif banyak yaitu :
1. Sebidang tanah sawah Persil No. 42 letter C no. 2977 seluas 4820 m2 di
Jl. Perintis Kemerdekaan Blok 00180 Cibadak.
2. Sebidang tanah darat seluas 740 AD.I letter C no. 2977 di Blok Bojong
Setra Cibadak 3. Uang tunai Rp.12.000.000,- pembayaran hutang dari A Susilo (pihak III).
• Sepeninggal Titi, Tati Supiati menguasai peninggalan ibunya. Surat-surat tanah yang dicatatkan ke kelurahan Cibadak diatasnamakan Tati Supiati. Sebagai anak tunggal, ia merasa bahwa seluruh peninggalan ibunya adalah haknya.
• Tati sangat leluasa memanfaatkan peninggalan ibunya, hasil pembayaran hutang Rp.12.000.000,- digunakannya tanpa banyak pertimbangan. Demikian pula dengan tanah waris itu. Tanah di Bojong Setra, dijual Tati Supiati kepada Samsudin.
• Tindakan sepihak Tati membuat ahli waris lainnya merasa diperlakukan tidak adil, karena mereka merasa juga berhak atas peninggalan Titi. Namun Tati Supiati dengan dalih mendpat hibah dari ibunya, tetap menguasai seluruh harta Peninggalan itu. Uang pembayaran hutang itu dikatakannya habis untuk mengurus pemakaman ibunya.
• Karena jalan musyawarah tak membuahkan hasil maka Patah, Uto dan Ujang bin Suhanda menggugat anak-anaknya Titi, yaitu: Tati Supiati dan Wawin sebagai tergugat. Wawin tinggal bersama Tati hingga gugatan diajukan ke Pengadilan Agama Cibadak.
• Untuk menghindari pengalihan hak, Pengadilan Agama Cibadak meletakkan sita jaminan atas harta tidak bergerak, warisan Titi almarhumah.
• Patah, Uto dan Ujang memberi kuasa secara bertahap kepada Agus Subarkah. Ketiganya memberikan kuasa itu tidak dalam waktu yang bersamaan. Uto memberikan Surat Kuasa dua tahap, yang pertama tertanggal 14/9/1995 yang mendukung hak dan menuntut pemberlakuan Hukum waris. Sedangkan surat yang kedua untuk menghapus hak waris Uto.
• Gugatan yang mereka ajukan memohon agar Pengadilan Agama Cibadak memberikan putusan sbb :
PRIMAIR
1. Mengabulkan gugatan seluruhnya
2. Menetapkan syahnya pernikahan R. Icak dan Omot
3. Menetapkan seluruh ahli waris Ny. Titi binti R. Icak serta menetapkan Ujang bin HA Suhanda sebagai ahli waris pengganti dari almarhumah Icih.
4. Membatalkan hibah Titi kepada Tergugat atas harta peninggalan Titi.
5. Menetapkan harta tsb sebgai tirkah (harta waris) dari almarhumah Titi.
6. Menetapkan syah dan berharga sita jaminan atas harta peninggalan almarhumah Titi.
7. Memerintahkan Tergugat agar menyerahkan harta tsb untuk dibagikan kepada semua ahli waris sesuai ketentuan hukum waris Islam.
8. Dst……….dst………..dst………………
SUBSIDAIR
At equo et bono, mohon putusan seadil-adilnya.
PENGADILAN AGAMA
• Hakim pertama yang mengadili perkara ini, memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya sbb :
• Meski tidak ada bukti otentik pernikahan R. Icak dengan Ibu Omot tahun 1895, karena tidak ada saksi yang menyaksikan akad nikahnya namun kesaksian dua orang laki-laki yang tahu rumah itu harus dianggap terbukti. R Icak dan ibu Omot terikat dengan ikatan pernikahan yang syah sehingga silsilah keturunan R. Icak dan Ibu Omot adalah syah, karena tidak dibantah dan diperkuat 2 saksi bersumpah.
• Tergugat mempersoalkan surat kuasa para penggugat kepada Kuasa Hukum tidak sama. Pemberian Kuasa yang demikian tidak menyimpang dari ketentuan Hukum Acara. Karena dari 3 surat kuasa itu, ada satu surat kuasa Penggugat tertanggal 3/9/1993.
• Surat Pernyataan Uto tanggal 29/9/1993 (T1-III), tidak menghapus/menggugurkan surat kuasa Uto pada kuasa Hukum tanggal 14/9/1993 yang telah disyahkan Hakim-surat yang pertama untuk menuntut haknya: yang kedua untuk menghapus hak warisnya. Kecuali bukti perdamaian dalam pembagian harta waris yang diajukan setelah masing-masing ahli waris menyadari bagiannya (vide pasal 183 kompilasi Hukum Islam). Karenanya, bukti T 1 - III harus dikesampingkan.
• Bukti T1-IV tidak berpengaruh pada kuasa Patah tanggal 3/9/1993 yang dibuat di hadapan Hakim. Bukti T1-III dan T1-IV, diajukan Tergugat karena Tergugat tidak mengakui hak waris Uto dan Patah.
• Majelis tidak menerima dalil Tergugat bahwa dalam perkara ini ada kepentingan pihak ketiga, sehingga perkara ini adalah wewenang Peradilan Umum. Sepanjang tidak ada interpensi pihak ketiga, perkara ini adalah wewenang Pengadilan Agama.
• R Icak meninggal tahun 1947, dan Ny. Omot menyusul 19 tahun kemudian sebagaimana diketahui Lurah Cibadak. Dua orang anak R Icak dan Ny. Omot yakni Ny. Titi dan Utom meninggal tahun 1991 dan 1992.
• Dengan demikian, ahli waris Ny. Titi adalah seperti yang dimohonkan Penggugat adalah Tati Supiati (anak kandung), Patah, Icih, Uto dan Wawin, empat orang yang disebut terakhir adalah saudara kandung Ny. Titi. Surat keterangan warisan dari tergugat (T1-IV) yang menyatakan alm. Ny. Titi hanya satu-satunya yaitu : Tergugat harus ditolak karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum waris Islam.
• Ny. Icih masih hidup sewaktu Ny. Titi meninggal dunia karenanya Ujang Suhanda tidak bisa ditetapkan sebagai ahli waris pengganti Ny. Icih. Permintaan tersebut harus ditolak.
• Menurut Penggugat, Harta Peninggalan alm. Ny. Titi berupa tanah sawah persil no. 42 letter C no 2977 seluas 480 m2 di Jl. Perintis Kemerdekaan Cibadak dan tanah darat seluas 740 m2 AD I letter C no. 2977 di blok Bojong Setra Kel. Cibadak selain itu Ny. Titi juga meninggalkan uang tunai Rp. 12.000.000,- berupa pembayaran hutang dari A Susilo (pihak III) yang diserahkan pada tergugat.
• Hal itu dibantah oleh Tergugat. Harta peninggalan Ny. Titi sebagai Tirkah alm. Titi binti R Icak semasa hidupnya telah dihibahkan kepada Tergugat. Uang tunai Rp. 12.000.000,- habis untuk biaya mengurus jenazah almarhumah serta amal jariyah lainnya.
• Syariat Islam sangat memperhatikan dan menjaga hak-hak ahli waris agar tidak terganggu dan dapat sampai kepada ahli waris yang berhak menerimanya secara utuh, untuk itu, Islam melarang menghibahkan lebih 1/3 bagian yang sekiranya akan mengganggu hak-hak ahli waris lainnya.
• Rasulullah SAW bersabda :
Artinya :
Dari sa’ad bin Abi Waqqas RA, saya berkata : Ya Rasulullah, saya punya harta dan tidak ada yang mewarisi, kecuali, seorang anak perempuan, apakah hamba sedekahkan saja yang 2/3 nya itu?
Beliau bersabda: “Jangan, saya bertanya lagi; apa hamba sedekahkan yang setengahnya? Beliau bersabda: jangan, saya bertanya lagi, apakah saya sedekahkan sepertiganya. Beliau bersabda: “Sepertiga, dan sepertiga itu banyak. Engkau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan melarat, meminta-minta kepada orang (Muttafaq’alaih).
• Ketentuan itu dipertegas dalam K.H.I pasal 210 (1) yang menyatakan orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan, dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau Lembaga, di hadapan 2 (dua) orang saksi.
• Berdasarkan ketentuan tsb Majelis berpendapat bahwa hibah yang telah dilakukan almh. Ny Titi semasa hidupnya kepada Tergugat, harus dianggap syah dan tidak dapat dibatalkan, jumlahnya harus dikembalikan kepada batasan maksimal sepertiga, 1/3 dari Harta Sengketa.
• Oleh karena itu permohonan Penggugat untuk membatalkan Hibah tsb, harus dibatalkan.
• Selain memperoleh 1/3 bagian harta sengketa sebagai hibah Ny. Titi, Tergugat juga mendapat ½ bagian dari sisanya (2/3 bagian), karena ia adalah satu-satunya anak perempuan Ny. Titi. Dengan demikian, Tergugat memperoleh 1/3 x 5,560 m2 = 1.853,33 m2 dan 1/3 x Rp. 12.000.000 = Rp. 4.000.000,-
• Tirkah almh. Ny Titi yang harus dibagikan pada ahli waris adalah = tanah seluas 5.560 m2 - 1.853,33 m2 = 3.706,67 m2 dan Rp. 12.000.000 - Rp. 4.000.000 = Rp. 8.000.000,- Bagian masing-masing ahli waris adalah :
1. Tati Supiati (anak) = 7/14 x 3.706.67 m2 = 1.853,33 m2 = dan 7/14 x Rp. 8.000.000 = Rp. 4.000.000,-
2. Patah (saudara laki-laki) = 2/14 x e.706.67 m2 = 529,53 m2 =dan 2/14 x Rp. 8.000.000 = Rp. 1.142.857,14,-
3. Uto (saudara laki-laki) = 2/14 x 3.706,67 m2 = 529.53 m2 = dan 2/14 x Rp. 8.000.000 = Rp. 1.142.857.14,-
4. Wawin (saudara laki-laki) = 2/14 x 3.706,67 m2 = 529.53 m2 = dan 2/14 x Rp. 8.000.000 = Rp. 1.142.857.14,-
5. Icih (saudara perempuan) = ¼ x 3.706.67 m2 = 264.71 m2 = dan ¼ x Rp. 8.000.000 = Rp. 571.428.58
• Dengan demikian, gugatan Penggugat harus dianggap berdasar hukum seperti diatur dalam Hukum Waris Islam, sejalan dengan itu, pelaksanaan Sita Jaminan (CB) atas tanah sengketa harus dinyatakan syah dan berharga.
• Berdasarkan uraian tsb, maka tindakan Tergugat yang mengatas namakan harta warisan Ny. Titi sebagai miliknya sendiri adalah tindakan yang tak bertanggung jawab. Karenanya, bukti pemilikan Tergugat atas tanah sengketa harus dikesampingkan. Bukti tsb tidak lagi bernilai sebagai bukti otentik.
• Transaksi jual beli yang telah dilaksanakan antara Tergugat dengan Sanudin atas sebagian tanah sengketa seperti pengakuannya tanggal 13/8/1993, tidak syah menurut Hukum Islam, karena bukan milik mutlak Tergugat. Dengan alasan tsb Majelis menerima sebagian gugatan Penggugat dan menolak selebihnya dalam amar putusan sbb.
MENGADILI
MEMUTUSKAN :
1. Mengabulkan sebahagian gugatan Penggugat dan menolaknya selebihnya;
2. Menetapkan sah pernikahan antara almarhum R Icak dengan almarhumah Omot yang dilaksanakan pada tahun 1895.
3. Menetapkan sah Sita Jaminan (CB) yang telah dilaksanakan oleh Jurusita Pengadilan Agama Cibadak;
4. Menetapkan 1/3 bagian dari harta milik almarhumah Titi binti R. Icak berupa tanah sawah seluas 5.560 m2 (masing-masing terdiri dari persil 42 letter C. 2977) yang terletak di Blok 00108 Jl. Perintis Kemerdekaan Cibadak seluas 4.820 dan persil 42 AD.I Letter C (baru) Nomor 2977 yang terletak di Blok Bojong Setra Rt. 003/01 Cibadak seluas 740 m2) dan berupa uang tunai sebasar Rp. 12.000.000,- dan 1.853,33 M2 dan uang tunai Rp 4.000.000 menjadi milik tergugat sebgai hibap dari almarhumah Titi binti R. Icak.
5. Menetapkan harta-harta berupa 2/3 bagian dari tanah seluas 5.560 m2 = 3.706,67 m2 dan 2/3 bagian dari uang tunai Rp. 12.000.000,- = Rp. 8.000.000 sebagai tirkah (harta peninggalan) dari almarhumah Titi binti R. Icak;
6. Menetapkan ahli-ahli waris yang sah dari almarhumah Titi binti R. Icak beserta bagian masing-masing adalah sebagai berikut :
6. 1. Ny. Tati Supiati (anak perempuan) dapat 7/14 x 3.706,67 m2 = 1.853,33
m2 dan 7/14 x Rp. 8.000.000 = Rp. 4.000.000,-
6. 2. Patah bin R. Icak (saudara laki-laki) dapat 2/14 x 3.706,67 m2 = 529,53
m2 dan 2/14 Rp. 8.000.000 = Rp. 1.142.857,14,-
6. 3. Uto bin R. Icak (saudara laki-laki) dapat 2/14 x 3.706,67 m2 = 529,53
m2 dan 2/14 Rp. 8.000.000 = Rp. 1.142.857,14,-
6. 4. Wawin bin R. Icak (saudara laki-laki) dapat 2/14 x 3.706,67 m2 = 529,53
m2 dan 2/14 Rp. 8.000.000 = Rp. 1.142.857,14,-
6. 5. Icih binti R. Icak (saudara perempuan) dapat 1/14 x 3.706,67 m2 =
264,75 m2 dan 1/14 x Rp. 8.000.000 = Rp. 571.428,58,-
7. Menghukum tergugat untuk menyerahkan bagian ahli waris lainnya sesuai dengan bagiannya tersebut kepada Penggugat untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya.
8. dst…………….dst……………dst……………..
PENGADILAN TINGGI AGAMA
• Tergugat Tati Supiati, menyatakan banding terhadap putusan Pengadilan Agama Cibadak. Hakim banding yang mengadili perkara ini, menyatakan tidak sependapat dengan alasan Hakim pertama, dalam putusannya.
• Berita Acara persidangan Hakim Pertama tidak didapat bukti-bukti prosedur pemberian kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa; seperti ketentuan Hukum Acara. Kedua belah pihak tidak dengan jelas bersama-sama menyatakan kehendaknya di hadapan Pengadilan.
• Jika pemberi dan penerima kuasa dipandang syah, tetapi Hakim bertindak keliru menilai alat bukti yang diajukan Penggugat dari satu sisi, tanpa memperhatikan bukti asli dan bukti lainnya, (taal kundige argumenten) dari tergugat, sehingga Majelis menyatakan alasan hukum yang tidak tepat secara formil dan materiil. Karenanya, itu tidak sesuai dengan ketentuan Hukum Acara tentang pembuktian (vide pasal 163 HIR).
• Dengan alasan tsb, Pengadilan Tinggi Agama tak sependapat dengan putusan Hakim pertama. Karenanya putusan a’quo harus dibatalkan.
• Sita jaminan (CB) yang telah dilakukan oleh Pengadilan Agama Cibadak harus diangkat dan dinyatakan tidak syah.
• Dengan alasan tsb Majelis Pengadilan Tinggi Agama memberi putusan sbb :
MENGADILI
Membatalkan putusan Pengadilan Agama Cibadak.
MENGADILI SENDIRI
1. Menyatakan gugatan para Penggugat tidak dapat diterima.
2. Mengangkat sita jaminan (CB) yang telah dilaksanakan Pengadilan Agama Cibadak.
3. dst………………dst……………….dst…………….
MAHKAMAH AGUNG RI
• Para penggugat, Patah, Ujang S. dan Uto, menolak putusan Pengadilan Tinggi Agama dan mengajukan kasasi dengan alasan kasasi yang pokoknya sebagai berikut :
• Tidak benar, tidak ada bukti prosedur pemberian kuasa pada penerima kuasa. Sesuai surat kuasa insidentil, pemberian kuasa kepada penerima kuasa dilakukan secara bertahap. Penggugat I memberi kuasa di Pengadilan Agama tanggal 3/9/1993. Penggugat II sakit berat dan meninggal dunia. Penggugat III sudah dan sakit berat, pemberian kuasa dilakukan tanggal 14/9/1993 melalui petugas Pengadilan Agama. Pemberian kuasa ulang dilakukan tanggal 11/4/1994 di rumah Penggugat III disaksikan salah seorang Hakim Anggota. Namun surat kuasa itu tidak dilampirkan dalam bundel B yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama. Pengadilan Tinggi Agama tergesa-gesa menyatakan ketidakabsahan pemberian kuasa itu. Jika ada alat bukti yang diragukan kebenarannya, seharusnya Pengadilan Tinggi Agama memeriksa ulang alat bukti itu, atau melimpahkannya kepada Pengadilan Agama agar tidak merugikan Penggugat.
• Mahkamah Agung RI setelah memeriksa perkara ini dalam putusannya berpendirian bahwa putusan Judex facti Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama salah menerapkan hukum, sehingga putusan judex facti harus dibatalkan dan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini.
• Pendirian Mahkamah Agung tsb didasari oleh alasan juridis, yang pokoknya sbb :
- Pemberian kuasa tidak selalu harus diberikan bersama-sama
- Pewaris meninggalkan seorang anak perempuan yaitu tergugat I,
sehingga saudara-saudara dari pewaris haknya menjadi terhijab atau tertutup.
• Berdasarkan atas pertimbangan tsb diatas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan sbb :
MENGADILI
- Mengabulkan permohonan Kasasi dari pemohon
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung 11 Januari
1995 M bertepatan dengan tanggal 9 sja’ban 1415 H. no. 64/Pdt.G/1994/PTA Bdg dan putusan Pengadilan Agama Cibadak, tanggal 17 Januari 1994 M bertepatan dengan tanggal 15 sya’ban 1414 H. no. 316/Pdt.G/1993 PA.Cbd.
MENGADILI SENDIRI
Menolak gugatan Penggugat
- Menyatakan Sita Jaminan yang diletakkan oleh Pengadilan Agama
Cibadak tidak sah dan tidak berharga.
- Memerintahkan Pengadilan Agama Cibadak untuk mengangkat Sita
Jaminan tsb
- dst…………..dst………….dst………….
CATATAN
• Dari putusan Mahkamah Agung tsb diatas dapat diangkat Abstrak Hukum sbb
• Pemberian kuasa dari Pemberi Kuasa kepada penerima kuasa untuk beracara di Pengadilan dari beberapa orang Penggugat, tidak harus dilakukan secara bersama-sama, namun dapat pula dilakukan secara bertahap. Sehingga surat kuasa yang dilakukan oleh para Penggugat secara bertahap kepada penerima kuasa, adalah syah hukumnya.
• Seorang pewaris yang meninggalkan seorang anak perempuan (anak tunggal), maka saudara-saudara dari pewaris haknya menjadi terhijab atau tertutup.
• Demikian catatan atas kasus ini.
(Ali Boediarto)
Pengadilan Agama Cibadak
No. 316/Pdt.G/93/PA.Cbd tanggal 17/1/1994
Pengadilan Tinggi Agama Bandung
No. 64/Pdt.G/1994/PTA.Bdg tanggal 11/1/1995
Majelis terdiri dari : H. YAHYA SH. Ketua Muda Mahkamah Agung selaku Ketua Sidang, didampingi para Hakim Agung: DRS. H. TAUFIQ SH dan H. CHAEROEDDIN SIREGAR SH sebagai anggota serta Panitera Pengganti: H. ACHMAD DJUNAENI SH
Hukum Perdata
KASUS PERJANJIAN TIME CHARTER
KAPAL LAUT
Kasus Posisi :
• Bahwa Tong Djoe selaku manager director Tunas (Privat) Ltd di Anson Road Singapore, di Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, telah mengajukan gugatan perdata terhadap Tjetti Kong Huat, yang menuntut agar supaya Pengadilan memberikan putusan :
• Bahwa penggugat dinyatakan sebagai pemilik tiga kapal laut sengketa.
• Bahwa antara Penggugat dengan tergugat telah terjadi perjanjian charter kapal laut.
• Bahwa tergugat dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum.
• Bahwa tergugat diwajibkan membayar kepada Penggugat uang charter kapal $S.185,691.00 kontan ditambah dengan $S.50.000 sebagai ganti rugi rusaknya mesin kapal dan hilangnya inventaris kapal.
• Bahwa pihak Tergugat mengajukan gugat balik/rekonpensi yang menuntut agar supaya pengadilan menyatakan bahwa 3 kapal laut sengketa dinyatakan sebagai hak milik bersama Penggugat-Tergugat. Mewajibkan Tergugat membayar ganti rugi karena telah menarik 3 kapal sengketa tersebut ke Singapore saat kapal tersebut sedang dioperasikan oleh Penggugat rekonpensi.
PENGADILAN NEGERI :
• Hakim pertama dalam memeriksa dan mengadili kasus gugatan timbal bali - konpensi dan rekonpensi - ini, memberikan putusan yang pokoknya sebagai berikut :
• dalam konpensi : mengabulkan gugatan Penggugat.
• dalam rekonpensi : menolak gugatan seluruhnya
• Bahwa putusan Hakim Pertama ini didukung oleh alasan juridis yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Bahwa telah terbukti, 3 kapal laut sengketa, hak milik Penggugat yang diserahkan kepada Tergugat berdasar atas suatu perjanjian yang tidak tertulis (tanpa akta) mengenai charter kapal guna dioperasikan oleh Tergugat dalam waktu satu tahun dengan syarat hasil bersih operasi, dibagi oleh penggugat dan tergugat: fifty-fifty yang akan diserahkan pada akhir perjanjian.
• Bahwa Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi) atas perjanjian tersebut dan pada akhir perjanjian, tidak menyerahkan 3 kapal sengketa dan uang hasil pengoperasian kapal yang menjadi hak pemilik kapal (Penggugat).
• Bahwa keterlambatan penyerahan kapal tersebut, berakibat mesain kapal rusak dan inventaris kapal banyak yang hilang. Penggugat lalu menarik 3 kapal tersebut ke Singapore.
• Bahw dengan alasan ini tuntutan uang charter dan ganti rugi,dikabulkan oleh Hakim Pertama.
• Bahwa mengenai gugatan balik/rekonpensi, menurut Hakim Pertama, pihak Penggugat tidak mampu membuktikan bahwa 3 buah kapal laut sengketa tersebut adalah hak milik bersama. Karena itu, gugatan rekonpensi ini ditolak oleh Hakim Pertama.
PENGADILAN TINGGI :
• Hakim Banding dalam memeriksa kasus gugatan yang dimohon pemeriksaan banding ini, telah memberikan putusan berupa: membatalkan putusan Hakim Pertama. Selanjutnya Hakim Banding mengadili sendiri kasus gugatan ini dengan memberikan putusan, baik gugatan konpensi maupun rekonpensi, dinyatakan tidak dapat diterima. Putusan ini didasari oleh alasan juridis: bahwa Penggugat dalam mengajukan surat gugatannya, kurang jelas menerangkan dasar perjanjian charter kapal beserta resiko kerusakan/hilangnya barang inventaris kapal. Karena itu Hakim Banding berpendapat bahwa surat gugatan Penggugat adalah kabur/obcuur libellum.
MAHKAMAH AGUNG RI
• Majelis Mahkamah Agung RI, yang memeriksa dalam tingkat kasasi, memberikan putusan berupa: membatalkan putusan judex facti - Pengadilan Tinggi - yang dinilai salah menerapkan hukum. Selanjutnya MA-RI mengadili sendiri kasus gugatan ini dengan amar :
• Dalam konpensi mengabulkan gugatan
• Dalam rekonpensi menolak gugatan.
• Putusan MA-RI ini didukung oleh pertimbangan hukum yang pada intinya dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Bahwa menurut pendirian Majelis MA-RI, pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi adalah keliru, sebab dalam surat gugatan Penggugat, baik posita maupun petitum mengenai dasar perjanjian charter kapal laut dengan jangka waktu tertentu atau disebut “time charter”, adalah sudah terang dan jelas diuraikan Penggugat dalam surat gugatannya.
• Bahwa pihak Tergugat Asal, telah mengakui/tidak menyangkal, bahwa hasil bersih uang pengoperasian kapal yang dicharter-nya dibagi dengan perbandingan 50-50 % antara Penggugat dengan Tergugat.
• Bahwa dengan alasan ini, maka MA-RI berpendapat bahwa putusan Hakim Pertama sudah benar dan tepat, kecuali, mengenai pembagian uang hasil pengoperasian kapal tersebut, putusan Hakim Pertama perlu diperbaiki.
• Bahwa karena hak penggugat dan Tergugat adalah masing-masing 50-50 % dari hasil bersih operasi kapal, maka hak Penggugat adalah sebagian (50%) dari S$ 185.691.10 ditambah dengan harga pembelian inventaris kapal yang hilang dan biaya perbaikan mesin kapal S$ 50.000.
• Bahwa dengan pertimbangan ini, maka MA-RI memberikan putusan atas kasus gugatan ini seperti disebutkan diatas tadi.
• Bahwa perlu ditambahkan di sini, oleh karena dalam ketiga putusan peradilan diatas tidak disebutkan pasal peraturan undang-undangnya, maka dapat dijelaskan di sini, masalah “tijd charter” atau “time charter” kapal laut ini, diatur dalam pasal 453 (2) jo pasal 518 W.V.K (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).
(Ali Boediarto)
• Pengadilan Negeri Tanjung Pinang No. 21/1983/G - tgl. 15 Desember 1984
• Pengadilan Tinggi Riau No. 22/Pdt/1985, tgl. 22 Agustus 1985
• Mahkamah Agung RI No. 2672.K/Pdt/1986, tgl. 18 Desember 1987
Hukum Perdata
SENGKETA NASABAH DENGAN BANK
MASALAH KEABSAHAN AKTA
CREDIETVERBAND
Kasus Posisi :
• bahwa H. Sjamsul Arifin dari desa Asembagus Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, pada 1971 memperoleh pinjaman uang kredit dari Bank BNI 46 yaitu : dengan Persetujuan Membuka Kredit (PMK) no. 71/31 tgl. 19-9-1971 sebesar Rp.12.060.000 dan dengan PMK no. 71/38 tgl. 22 Desember 1971 sebesar Rp.1.095.828,- keduanya untuk jangka waktu kredit selama 36 bulan sudah harus lunas pembayarannya kepada Bank tersebut.
• bahwa uang pinjaman kredit tersebut oleh nasabah dipergunakan untuk membeli 4 buah bus baru merk chevy guna dioperasikan sebagai bus penumpang umum. Keempat buah bus baru ini oleh debitur dijadikan barang jaminan kepada kreditur Bank atas hutang tersebut dalam bentuk fidusia.
• bahwa pada akhir 1974, saat jatuh tempo pelunasan tiba, pihak Debitur belum dapat melunasi hutangnya.
• bahwa tahun 1975 diadakan persetujuan baru untuk memperpanjang jangka waktu kredit yaitu: sampai dengan 31 Maret 1977 (PMK 71/031).
• bahwa pada tahun 1975 ini nasabah telah menyerahkan kepada Bank, 16 buah sertifikat tanah seluas 99.614 m2, baik milik nasabah sendiri maupun milik orang lain, untuk dijadikan sebagai barang jaminan guna memperoleh kredit baru dari Bank tersebut.
• bahwa pada 1975 itu pula, pihak nasabah tidak memperoleh kredit baru, melainkan pihak Bank kemudian membuat “Akta Credietverband” No.14/1975 serta “Sertifikat Credietverband” dari Kasubdit Agraria No. 5/1975 yang isinya 16 buah sertifikat tanah tersebut dijadikan “jaminan tambahan” atas kredit nasabah yang belum lunas.
• bahwa pada jatuh tempo pelunasan kredit Maret 1977, debitur belum dapat melunasi hutangnya kepada Bank yang saat itu telah berjumlah Rp. 17.292,77,- (pokok beserta bunganya).
• bahwa paa Juni 1977, pihak Bank - BNI 46 telah menyerahkan masalah penagihan hutang nasabah/kredit macet tersebut kepada Badan Urusan Piutang Negara (B.U.P.N.) berdasar pasal 4 Undang-undang No. 49/Prp/1960.
• bahwa B.U.P.N. cab. Surabaya setelah menerima penyerahan penagihan kredit macet tersebut, kemudian melakukan penyitaan atas barang jaminan bus dan 16 bidang tanah dan merencanakan untuk melelang umum barang jaminan ini.
• bahwa nasabah memberikan reaksi menolak dengan alasan bahwa 16 buah sertifikat tanah yang diserahkan tersebut, bukan sebagai barang jaminan untuk kredit yang lama, melainkan untuk permohonan kredit yang baru. Pemasangan/pembuatan Akta Credietverband tersebut dilakukan Bank tanpa setahu nasabah tersebut.
• bahwa dengan alasan nasabah tersebut buta huruf latin, tidak mengerti isi akta Credietverband dan isi akta tersebut oleh pejabat tidak dibacakan kepadanya serta pemasangan kredietverband dilakukan Bank tanpa seizinnya, maka nasabah melakukan gugatan perdata terhadap Bank tersebut di Pengadilan Negeri dengan tuntutan agar Hakim Pengadilan memberikan putusan, dalam provisi menghentikan pelelangan barang sengketa sampai ada vonis Pengadilan dan dalam pokok perkara menyatakan bahwa akta credietverband no. 14/1975 adalah tidak sah dan batal serta memerintahkan Bank untuk mengembalikan 16 buah sertifikat kepada nasabah.
Pengadilan Negeri :
• bahwa Hakim Pengadilan Negeri, dalam putusannya telah mengabulkan gugatan Penggugat (nasabah) dengan diktum, yang intinya sebagai berikut: dalam provisi: memerintahkan Tergugat menangguhkan pelaksanaan pelelangan barang jaminan sampai ada vonis Pengadilan yang berkekuatan pasti.
Dalam pokok perkara : menyatakan bahwa Akta kredietverband no. 14/1975 adalah tidak sah dan batal demi hukum, serta memerintahkan kepada Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat 16 buah sertifikat.
• bahwa putusan Hakim Pertama ini, didasari oleh pertimbangan hukum yang pokoknya demikian:
• bahwa problema sengketa ini berkisar pada penyerahan 16 buah sertifikat yang oleh nasabah/penggugat, dimaksudkan untuk jaminan atas permohonan kredit yang baru kepada Bank/tergugat I; akan tetapi, menurut Tergugat, Bank, sertifikat ini dijadikan sebagai “jaminan tambahan” atas kredit yang lama yang belum lunas dan dituangkan dalam Akta Credietverband oleh pihak Bank.
• Dalam kaitannya dengan ini, maka masalah yang harus ditinjau adalah pembuatan Akta credietverband no. 14/1975 yang menjadi dasar perikatan antara Penggugat dengan Tergugat.
• Dalam persoalan ini, Hakim akan menerapkan Hukum Perdata Barat, Burgelijk Wetboek.
• bahwa menurut Hakim Pertama, Akta Credietverband adalah merupakan “Akta Otentik” yang pembuatannya harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang, ex pasal 1868. B.W.
• bahwa berdasar atas keterangan saksi dua orang Kepala Desa serta Camat, yang keterangannya tidak disangkal oleh Tergugat, terbukti bahwa prosedur pembuatan Akta Credietverband no. 14/1975 adalah tidak memenuhi persyaratan yang diminta oleh undang-undang ex pasal 1868 B.W. Oleh karena itu Hakim Pertama, berpendirian bahwa Akta Credietverband ini adalah tidak sah dan batal demi hukum.
Pengadilan Tinggi :
• bahwa Hakim Banding dalam memeriksa kasus ini, telah memberikan putusan berupa menguatkan putusan Hakim Pertama dengan alasan pertimbangan dan putusan Hakim Pertama sudah tepat dan benar, dan menjadikan sebagai alasannya sendiri.
Mahkamah Agung RI :
• Dalam putusan kasasi atas gugatan perdata ini, Mahkamah Agung RI telah membatalkan putusan judex facti (putusan Pengadilan Tinggi yang memperkuat putusan Hakim Pertama) yang dinilai telah salah menerapkan hukum serta dijumpainya suatu kekeliruan dalam memeriksa dan memutus gugatan perdata ini.
• bahwa putusan MA-RI yang membatalkan putusan judex facti ini didasarkan atas pertimbangan hukum yang intinya dapat diseimpulkan sebagai demikian:
• bahwa Penggugat Asal/nasabah, mendalilkan dalam gugatannya, bahwa dia adalah orang yang buta huruf latin. Pejabat tidak membacakan kepadanya isi dan maksud dari akta credietverband tersebut. Pejabat menyuruh orang membawa akta tersebut ke rumahnya untuk menandatanganinya. Nasabah mengira akta itu untuk kredit yang baru, dan ia lalu menandatanganinya.
• bahwa mengenai dalil penggugat ini, majelis MA-RI berpendapat, bahwa meskipun gugatan ini diajukan secara lisan sebagai cara untuk orang yang buta huruf latin, namu dari surat-surat bukti yang diajukan berupa: Akta credietverband dan surat kuasa, telah terbukti bahwa semua surat ini telah dibubuhi tandatangan pihak nasabah, bukan dengan cap jempol, seperti halnya orang yang buta huruf. Hal ini membawa konsekuensi mengenai daya mengikat atas surat-surat yang telah ditandatangani oleh Penggugat tersebut.
• bahwa majelis MA-RI selanjutnya berpendapat, bahwa dengan melihat gaya pernampilan Penggugat Asal/nasabah dalam bertindak keluar sebagai seorang Pengusaha Busa serta melihat pula corak dan gaya tanda tangan dari Penggugat dalam surat-surat tersebut, maka majelis MA-RI, berkesimpulan dan memperoleh kesan, bahwa tidak mungkin, Penggugat Asal adalah orang yang buta huruf latin.
• bahwa oleh karena Penggugat Asal, selama persidangan, tidak pernah menyangkal atau membantah akan kebenaran surat yang di dalamnya tertera tanda tangannya itu, maka menurut MA-RI, surat-surat ini dinilai sebagai suatu surat yang sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan berlaku dan mengikat.
• bahwa judex facti dalam putusannya telah mempertimbangkan bahwa terdapat “vorverzuim” mengenai terjadinya Akta Credietverband no. 14/1975 tgl. 1 April 1975, dengan alasan, pembuatan akta tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang, ex pasal 1868 B.W., sehingga akta tersebut adalah akta yang tidak sah dan batal demi hukum.
• bahwa terhadap pendirian Hakim Pertama ini, MA-RI tidak dapat menerimanya dengan alasan bahwa menurut pasal 1869 B.W. apabila suatu akta terdapat kekurangan dalam bentuk (vorm), sehingga ia tidak dapat dinilai sebagai suatu “akta otentik”, maka akta tersebut menjadi berkekuatan “akta overhands” sepanjang tanda tangan yang terdapat di dalamnya jelas diakui oleh kedua belah pihak. Disamping itu menurut pasal 1875 B.W. ditentukan bahwa suatu akta onder hands yang diakui, maka akta ini mempunyai kekuatan pembuktian yang penuh (volledig bewijs) terhadap pihak yang menandatanganinya.
• bahwa dengan demikian maka “akta credietverband” tersebut secara juridis tetap mengikat pihak Penggugat Asal dengan alasan:
• bahwa Penggugat telah mengakui tanda tangannya dalam akta tersebut.
• bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa penyerahan 16 buah sertifikat tersebut, adalah untuk agunan kredit yang baru.
• bahwa dalam Surat Kuasa dari pemilik tanah kepada Penggugat Asal, dinyatakan bahwa tanah-tanah tersebut adalah untuk agunan pinjaman Penggugat Asal serta fasilitas, baik yang sudah, maupun yang akan diterima dari Bank.
• bahwa selain dari alasan yang telah diuraikan diatas ini, maka Majelis MA-RI dalam pemeriksaan kasasi atas kasus ini, juga menemukan bahwa Hakim Pertama dalam memeriksa dan memutus perkara gugatan ini, terdapat kekeliruan, khususnya tentang tindakan Hakim Pertama terhadap tuntutan provisi yang diajukan oleh Penggugat. Dalam hal ini, sikap dan putusan provisi oleh Hakim Pertama telah diberikan/dituangkan dalam putusan akhir. Menurut MA-RI hal ini adalah keliru, sebab sikap dan putusan Hakim Pertama mengenai putusan provisi, harus ditentukan sebelum memulai memeriksa materi pokok perkara, dan bukan diputuskan dan dituangkan dalam putusan akhir.
• bahwa dengan alasan yang intinya disebutkan di atas tadi, maka Majelis MA-RI berpendirian, bahwa putusan judex facti harus dibatalkan dan selanjutnya mengadili sendiri kasus ini dengan amar putusan berupa: menolak gugatan Penggugat Asal. Demikian putusan Mahkamah Agung atas gugatan nasabah terhadap Bank BNI 46 dan B.U.P.N. mengenai sengketa keabsahan akta credietverband.
(Ali Boediarto)
• Pengadilan Negeri di Situbondo No. 14/1978. Pdt.G. tgl. 21 November 1978
• Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya, No. 258/1979/Pdt tgl. 12 Januari 1984.
• Mahkamah Agung RI No. 256.K/Pdt/1985, tgl 23 Desember 1987
Hukum Perdata
MASALAH BANTAHAN
PENANGGUHAN EKSEKUSI PERDATA
Kasus Posisi
Pengadilan Negeri :
• European Asia Bank - Jakarta branch, pada 20 Dec 1983 mengajukan permohonan eksekusi perdata kepada Ketua Pengadilan Neg. Jakarta Timur, terhadap barang/tanah/kapal keruk, milik termohon eksekusi.
• PT. Sambo Metal Industries - Iwan Setiady
• Ridwan Setiady dan Ny. Nina Chandra
berdasarkan atas kekuatan 3 Akta Hipotik dan akta perjanjian kredit.
• Bahwa permohonan eksekusi tersebut dikabulkan oleh Ketua Pengadilan Neg. Jakarta Timur dengan dikeluarkannya “Surat Penetapan” 20 Dec 1983, No. 45 dan 46/ST/1983 yang berisi perintah kepada jurusita agar melakukan sita atas barang termohon. Dan Jurusita telah melaksanakan sita eksekusi tersebut pada 22 Dec 1983.
• Bahwa pada Januari 1984, melalui advokatnya, termohon eksekusi mengajukan “Surat Bantahan” kepada Ketua Pengadilan tersebut yang intinya memohon agar menangguhkan pelaksanaan eksekusi.
• Bahwa Ketua Pengadilan mengabulkan permohonan tersebut dan mengeluarkan “Surat Penetapan Baru” tanggal 27 Januari 1984 yang isinya menyatakan: menangguhkan untuk sementara waktu pelaksanaan eksekusi yang telah diperintahkannya berdasar atas Surat Penetapan tanggal 22 Dec 1983 no. 45 dan 46, dengan alasan bahwa termohon eksekusi Iwan Setiady dan Ny. Nina Chandra, oleh Hakim lain, telah ditetapkan sebagai pihak: insolvent dan vrijwaring. Keadaan ini tidak diajukan oleh Bank selaku pemohon eksekusi.
• Bahwa dengan terbitnya “Surat Penetapan Baru” Ketua Pengadilan tentang penangguhan pelaksanaan eksekusi ini, maka pihak Bank merasa berkeberatan dan dirugikan, karena itu pihak Bank melalui Advokatnya, mengajukan permohonan pemeriksaan tingkat kasasi pada Mahkamah Agung RI.
Mahkamah Agung RI :
• Bahwa Majelis Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili kasus ini, telah memberikan putusan yang amarnya berbunyi: Menyatakan bahwa permohonan kasasi yang diajukan oleh Europen Asian Bank Jakarta Branch, tidak dapat diterima.
• Bahwa putusan Mahkamah Agung ini didasari oleh pertimbangan hukum yang intisarinya dapat disimpulkan sebagai demikian :
• Bahwa “Surat Penetapan” Ketua Pengadilan Negeri untuk menangguhkan pelaksanaan eksekusi perkara perdata, menurut pendapat majelis adalah merupakan suatu “tindakan kebijaksanaan” dari Ketua Pengadilan Negeri.
• Bahwa terbitnya “Surat Penetapan yang baru” dari Ketua Pengadilan Negeri tentang penangguhan eksekusi tersebut, disebabkan karena adanya kekeliruan waktu menerbitkannya yaitu adanya Surat Penetapan Hakim lain, yang menyatakan, bahwa termohon eksekusi adalah insolvensi dan vrijwaring. Keadaan mana tidak diketahui ketua Pengadilan sebelumnya.
• Bahwa keberatan pihak European Asian Bank terhadap Surat Penetapan Ketua Pengadilan yang menangguhkan pelaksanaan eksekusi itu, bukan dilakukan dengan cara mengajukan permohonan pemeriksaan tingkat kasasi pada Mahkamah Agung, melainkan, seharusnya diajukan dengan cara mengajukan “Surat Pengaduan” kepada Ketua Pengadilan Tinggi, selaku “Kawal Depan” dari Mahkamah Agung dalam rangka wewenang pengawasan dari Pengadilan Tinggi terhadap semua tindakan Hakim dan jalannya peradilan di tingkat pertama.
• Dengan alasan ini, maka permohonan kasasi dari pihak Bank dinyatakan tidak dapat diterima. Dan menurut putusan ini pihak Bank harus mengadukannya kepada “Kawal Depan” Mahkamah Agung RI yaitu Pengadilan Tinggi mengenai tindakan Ketua Pengadilan Negeri tersebut.
(Ali Boediarto)
• Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 45/ST/1983 tgl. 27 Januari 1983
• Mahkamah Agung RI No. 1243.K/Pdt/1984, tgl. 27 Februari 1986.
Hukum Pidana
KASUS PEMBUNUHAN
PERAGAWATI DIECE
Kandasnya alibi terdakwa
Kasus posisi :
• Dalam persidangan Pengadilan Negeri - Jaksa Penuntut Umum - mengajukan terdakwa M. Siradjuddin alias Pak De alias Romo (54) yang didakwa melakukan perbuatan pidana, dengan materi kelakuan yang intinya sebagai berikut: dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dulu, telah menghilangkan nyawa orang lain, wanita, Ny. Diece Budiasih, dengan cara, terdakwa telah menerima uang Rp. 10 juta - dari Ny. Diece untuk dijampi-jampi oleh terdakwa (dikenal sebagai dukun) guna dilipatgandakan menjadi Rp 500 juta, akan tetapi ternyata uang tesebut telah dipergunakan oleh terdakwa untuk kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Terdakwa merasa tidak mampu lagi untuk mengembalikan uang tersebut kepada pemiliknya, sehingga terdakwa mempunyai rencan/berniat membunuh Ny. Diece tersebut. Pada 6 September 1986, terdakwa meminta bantuan M. Abas Mahar, muridnya dalam perdukunan, untuk meminjamkan pistolnya dengan alasan akan dipergunakan melakukan test keampuhan “Pusaka Besi Kuning” yang anti tembakan peluru. Pada 8 September 1986, Ny. Diece datang ke rumah terdakwa untuk mengambil kembali uangnya yang telah dijampi-jampi oleh terdakwa sebagai dukun. Terdakwa setelah berbincang sejenak dengan Diece, kemudian berdua ke luar rumah. Diece mengemudikan mobilnya Honda Accord dan terdakwa duduk di sampingnya. Setelah perjalanan mobil di tempat sepi, Jl. Dupa, terdakwa mengambil pistol di pinggangnya dan menembakkannya ke arah kepala-leher Diece beberapa kali tembakan, sehingga meninggal dunia di dalam mobil tersebut. Selanjutnya terdakwa pulang ke rumahnya.
• Perbuatan pidana yang didakwakan kepada terdakwa :
I. Kesatu :
Primair : ex pasal 340 K.U.H. Pidana
Subsidair : ex pasal 338 K.U.H. Pidana
Lebih Subsidair : ex pasal 354 (2) K.U.H. Pidana
Lebih Subs. Lagi : ex pasal 353 (3) K.U.H. Pidana
Lebih Lebih Subs. Lagi : ex pasal 351 (3) K.U.H. Pidana
II. Kedua :
ex pasal 1 (1) Undang-Undang Darurat 12/1951
Pengadilan Negeri
• Hakim Pertama dalam memeriksa dan mengadili kasus ini, memberikan putusan sesuai dengan tuntutan hukum (requisitoir) jaksa, baik dakwaan delict yang dinilai terbukti di sidang, maupun, pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. Putusan tersebut intinya sebagai berikut :
Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan kejahatan:
“Melakukan perbuatan pidana dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dulu telah menghilangkan nyawa orang lain.” (Dakwaan Kesatu Primair : ex pasal 340 KUHPidana).
“Tanpa hak, menerima, menguasai, menyimpan, membawa, menyembunyikan dan atau, mempergunakan senjata api.”
“Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara seumur hidup.”
Pengadilan Tinggi
• Hakim Banding setelah memeriksa kasus ini memberikan putusan dengan diktum yang pokoknya sebagai berikut :
Memperbaiki putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tentang :
• Amar putusan yaitu tentang rumusan penyataan bersalahnya terdakwa
• Sebutan (kwalifikasi) perbuatan pidana yang telah terbukti.
Sehingga berbunyi sebagai berikut :
Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana :
Pembunuhan Berencana.
Tanpa hak, menerima, menguasai, menyimpan, membawa, menyembunyikan, dan atau, mempergunakan senjata api.”
Menguatakan putusan Hakim Pertama selebihnya.”
Mahkamah Agung RI
• Atas putusan Hakim Banding di atas, pihak terdakwa dan penasehat hukumnya mengajukan pemeriksaan tingkat kasasi pada Mahkamah Agung dengan alasan/keberatan atas putusan judex facti sebagai berikut :
• bahwa Hakim Banding dalam pertimbangannya menyatakan: bahwa Hakim Pertama dalam memberikan putusan didasarkan atas alasan yang sudah tepat dan benar, akan tetapi Hakim Banding tidak menunjukkan pada bagian mana yang dianggap sudah benar dan sudah tepat.
• bahwa terdakwa dan penasehat hukumnya selama sidang telah membuktikan adanya “alibi terdakwa” melalui para saksi yang diajukan, akan tetapi Hakim Pertama tidak mempertimbangkan dalam putusannya. Para “saksi alibi” yang diajukan terdakwa tersebut telah dikesampingkan oleh Hakim Pertama, hanya karena kesaksian dari saksi Kuspriyanto, yang didengar dalam sidang tanpa disumpah.
• bahwa tidak ada saksi yang kuat atau bukti bahwa pada saat terbunuhnya Diece, terdakwa berada di lokasi pembunuhan Jl. Dupa. Bahkan sebaliknya terdakwa berada di rumahnya sendiri.
• Atas alasan/keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi tersebut, Majelis MA-RI memberikan tanggapannya berupa menolak semua keberatan yang diajukan oleh terdakwa tersebut, dengan alasan juridis yang intinya dapat disimpulkan sebagai berikut :
• bahwa judex facti tidak salah menerapkan hukum.
• bahwa Pengadilan Tinggi yang mempertimbangkan bahwa putusan Hakim Pertama adalah sudah tepat dan benar, menurut MA-RI, Pengadilan Tinggi tidak perlu lagi menyebutkan satu persatu pertimbangan Hakim Pertama yang manakah yang dianggapnya sudah benar dan sudah tepat.
• bahwa mengenai saksi yang membuktikan “alibi terdakwa” yang oleh Hakim Pertama dikesampingkan, menurut majelis MA-RI, keberatan tentang masalah ini harus ditolak, oleh karena masalah ini mengenai suatu penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan atas suatu kenyataan, yang tidak dapat dipertimbangkan pada pemeriksaan pada tingkat kasasi.
• Meskipun semua alasan/keberatan pemohon kasasi ditolak, namun majelis MA-RI dalam pemeriksaan kasasi ini berpendapat, bahwa putusan judex facti - Pengadilan Tinggi - yang menguatkan putusan Hakim Pertama, masih dipandang perlu untuk diperbaiki dan disempurnakan, khususnya mengenai : amar kwalifikasi delict dalam dakwaan kedua ex pasal 1 (1) UU Dar 12/1951 yaitu: menghapuskan kata: “atau” diantara kata-kata: menyembunyikan dan mempergunakan, sehingga kwalifikasi delict tersebut akan berbunyi demikian:
Tanpa hak, menerima, menguasai, menyimpan, membawa, menyembunyikan dan mempergunakan senjata api.
• dengan dasar pertimbangan di atas, maka majelis MA-RI dalam putusannya, di satu pihak telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh terdakwa, dan di pihak lain telah memperbaiki rumusan kwalifikasi delict dalam Dakwaan Kedua.
• bahwa dengan ditolaknya permohonan kasasi ini, maka sesuai dengan putusan Hakim Pertama yang dikuatkan Hakim Banding, terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan pidana pada Dakwaan Kesatu Primair dan Dakwaan Kedua. Untuk kesalahan ini terdakwa dihukum penjara seumur hidup.
(Ali Boediarto)
• Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 32/Pid/87, tgl 2 Juli 1987
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 166/Pid/1987, tgl 25 September 1987
• Mahkamah Agung RI No. 2149. K/Pid/1987, tgl 28 Maret 1988
Hukum Perdata
SENGKETA MACETNYA UANG DEPOSITO BANK
SURAT PENETAPAN HAKIM YANG TIDAK SAH
Pengadilan Negeri
• Bahwa Budisantoso sebagai nasabah menggugat Bank Perkembangan Asia, dengan dalil sebagai berikut :
• Bahwa pada tahun 1971 s/d 1972, secara berturut-turut, ia telah menyerahkan uangnya sebagai deposito, masing-masing dalam jangka waktu antara 3-6-12 bulan dengan memperoleh imbalan jasa bunga sebesar 4 % tiap bulannya - kepada “Bank Surabaya Putera” dengan memperoleh Surat deposito bilyet dari Bank tersebut.
• Bahwa pada setiap jatuh temponya, masing-masing bilyet deposito tersebut, pihak Bank tidak pernah membayar penuh kepada deposant (Penggugat), baik uang pokok deposito maupun bunganya. Bank tersebut hanya membayar sebagian saja dari uang pokok deposito maupun bunganya. Bank tersebut hanya membayar sebagian saja dari uang deposito maupun bunganya. Bank tersebut hanya membayar sebagian saja dari uang pokok deposito maupun bunganya. Keadaan yang demikian ini berlangsung hampir 10 tahun lamanya dan sangat merugikan nasabah deposant.
• Bahwa perbuatan Bank ini merupakan wanprestasi yang sangat merugikan nasabah deposant/penggugat.
• Bahwa kemudian terjadi penggabungan/merger, antara Bank Surabaya Putera dengan PT. Bank Pembangunan Asia, yang sekarang menjadi: “PT Bank Perkembangan Asia”.
• Bahwa Tergugat tidak pernah mengisi formulir sebagai tanda persetujuan menerima cara pembayaran kembali uang deposito dengan cara seperti yang ditentukan oleh Bank dalam “Pengumuman Bank” Juni 1976.
• Dengan alasan tersebut Penggugat selaku deposant, mohon kepada Pengadilan agar memberikan putusan :
• Menghukum Tergugat “Bank Perkembangan Asia” untuk membayar pada penggugat, deposant, kekurangan uang pokok deposito beserta bunganya 4 % perbulan dan uang ganti rugi 5% untuk 23 buah deposito bilyet.
• Menghukum Tergugat, Bank, untuk memasang iklan dalam harian-harian, bahwa iklan Bank tersebut yang berbunyi: Duduk tenang uang berkembang adalah tidak sesuai dengan kebenaran, sebab deposito 1970 saja belum banyak yang dibayar pokok dan bunganya.
• Menghukum tergugat membayar uang paksa Rp. 3 juta perhari dan putusan dapat dijalankan lebih dulu mesti ada upaya hukum.
• Bahwa atas gugatan tersebut, pihak Tergugat, Bank Perkembangan Asia, telah menolak dan menyangkal semua dalil gugatan Penggugat tersebut, dengan memberikan jawaban yang pada intinya sebagai berikut :
• Bahwa objek gugatan ini adalah uang deposito yang oleh Penggugat didepositokan kepada Bank Surabaya Putera,sepuluh tahun yang lalu, bukan didepositokan kepada Bank Perkembangan Asia. Dengan demikian hubungan hukum yang terjadi adalah antara Penggugat/deposant dengan Bank Surabaya Putera, bukan dengan Bank Perkembangan Asia.
• Bahwa “Bank Surabaya Putera” telah mengalami kesulitan uang untuk mengembalikan uang deposito dan bunganya, kepada para deposant. Keadaan ini merupakan “notoir feit”. Selama ini Deposant tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan. Karena itu sesuai pasal 1975 B.W. masalah deposito ini sudah kadaluarwasa untuk digugat.
• Bahwa dalam persoalan kemacetan pembayaran kembali uang deposito tersebut, pihak Bank Perkembangan Asia hanya membantu saja kepada Bank Surabaya Putera untuk membayar kembali uang deposito kepada para deposant dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Bank dalam “Pengumumannya” yaitu: uang deposito akan dikembalikan oleh Bank dengan ketentuan: untuk pertama kali dibayar 3% dan selanjutnya akan dibayar tiap empat bulan sekali sebesar 1% dari jumlah uang pokok depositonya. Bunga dan kerugian macetnya deposito tidak akan dibayar.
• Bahwa 75% deposant menyetujui syarat pembayaran kembali tersebut dan melalui pengacara yang ditunjuk Bank telah membayar kembali kepada para deposant menurut syarat diatas tadi. Dengan demikian maka Bank tidak melakukan “wanprestasi”. Karena itu gugatan Penggugat hendaknya ditolak oleh hakim.
• Bahwa Hakim Pertama dalam memeriksa dan mengadili gugatan tersebut telah memberikan putusan berupa: menolak gugatan Penggugat seluruhnya.
• Bahwa putusan Hakim Pertama ini didasari oleh alasan hukum yang pada pokoknya sebagai berikut :
• Bahwa Bank Surabaya Putera (dahulu), sekarang menjadi, Bank Perkembangan Asia.
• Bahwa dengan melihat titik pertalian subjektif dan objektif, maka terhadap kasus ini akan diterapkan Hukum Perdata Barat atau Burgelijk Wetboek.
• Bahwa hakim pertama mencoba mencari apa arti lembaga hukum yang disebut “deposito” dalam kasus ini ditinjau dari segi B.W. dan doktrina.
• Bahwa atas masalah juridis tersebut, Hakim memperoleh kesimpulan, bahwa hubungan hukum yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat adalah hubungan hukum: “Perjanjian Pinjam Mengganti” (atau verbruiklening) atau “pinjam meminjam uang” atau lazim disebut “Perjanjian hutang-Piutang uang dengan membayar bunga”. (van het ter leen gegeven op interessen), yang diatur Buku Ketiga Bab ke XIII-Bag. IV dari B.W.
• Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi hubungan hukum yang demikian itu.
• Pada 1976 - Juni, Bank memberikan “Pengumuman” yang isinya bahwa Bank tidak dapat membayar penuh uang pokok dan bunganya atas deposito yang jatuh waktunya. Bank hanya akan membayar sebagian saja, yaitu untuk pertama kali sebesar 3% dan selanjutnya tiap 4 bulan dibayar 1% dari uang pokok. Bunga deposito tidak dibayar.
• Bahwa “Pengumuman dari Bank” tersebut diatas, menurut Hakim Pertama, dinilainya sebagai suatu tawaran dari Bank yang disodorkan kepada semua nasabahnya/deposant ic Penggugat, untuk adanya suatu NOVASI (Pembaharuan Hutang) seperti yang diatur dalam Buku III-Bab IV-Bag III pasal 1413-1415 B.W. yang mengandung arti: bahwa “Perjanjian Hutang yang lama dihapuskan dan diganti dengan perjanjian hutang yang baru”. Dan cara untuk melaksanakan “novasi” ini, ex pasal 1415 B.W. ada 3 macam cara, yang a.l. dengan suatu “acte”. Pengertian “Acte” disini adalah: handeling/perbuatan, bukan suatu surat.
• Bahwa bertitik tolak pada pengertian acte ini, maka menurut pendapat Hakim Pertama, meskipun Penggugat selaku deposant tidak mengisi dan menandatangani formulir yang diberikan oleh bank sebagai tanda setuju terhadap cara pembayaran seperti yang ditentukan dalam “Pengumuman Bank” yaitu cara pembayaran secara angsuran melalui “novasi”, namun pihak Penggugat sudah pernah menerima pembayaran dari Tergugat/Bank dengan cara seperti yang ditentukan dalam “Pengumuman Bank” tersebut.
• Bahwa apa yang telah diperbuat oleh Penggugat selaku deposant ini, dinilai oleh Hakim Pertama sebagai “suatu persetujuan” dari Penggugat, bahwa ia sebagai deposant telah menyetujui penawaran Bank untuk adanya suatu “novasi” (pembaharuan hutang).
• Bahwa dengan konstruksi hukum yang demikian ini, maka menurut Hakim, pihak Penggugat telah terikat atas persetujuannya itu dengan akibat hukum bahwa ia selaku deposant, harus mentaati dan tunduk dengan cara pembayaran Bank secara mengangsur tadi sesuai dengan isi “Pengumuman Bank”.
• Bahwa dengan pertimbangan hukum yang intinya telah diuraikan diatas, Hakim Pertama pada akhirnya berkesimpulan bahwa pihak Tergugat, “Bank Perkembangan Asia”, terbukti, tidak melakukan wanprestasi terhadap para deposant ic. Penggugat. Karena itu maka Hakim Pertama dalam putusannya atas kasus gugatan ini berupa: menolak gugatan Penggugat (deposant) untuk seluruhnya.
Pengadilan Tinggi :
• Atas putusan Hakim Pertama tersebut, pihak deposant mengajukan permohonan pemeriksaan ulangan pada pengadilan Tinggi.
• Hakim Banding setelah memeriksa kasus ini, memberikan putusan berupa menguatkan putusan Hakim Pertama dengan alasan bahwa pertimbangan dan putusan Hakim Pertama telah benar dan tepat, sehingga diambil alih sebagai alasannya sendiri.
Mahkamah Agung RI :
• Putusan Hakim Banding diatas, oleh Penggugat Asal/Deposant, telah dimohon pemeriksaan kasasi pada Mahkamah Agung.
• Bahwa Mahkamah Agung RI setelah memeriksa kasus ini, memberikan putusan berupa: Membatalkan putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri) yang dinilai putusan Hakim Pertama tersebut telah salah menerapkan hukum.
• Selanjutnya MA-RI mengadili sendiri kasus ini dengan memberikan putusan berupa: Mengabulkan gugatan Penggugat Asal (Deposant).
• Bahwa putusan Mahkamah Agung tersebut didukung oleh pertimbangan hukum yang pada intinya dapat disarikan sebagai berikut :
• Bahwa tugas pokok Badan Pengadilan ex pasal 2 UU no. 14/1970 adalah memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, termasuk jurisdiksi voluntair.
• Bahwa dalam masalah kemacetan pembayaran kembali uang deposito oleh Bank Surabaya Putera kepada para deposantnya, maka Bank ini, Mei 1976 telah mengajukan permohonan kepada Hakim Pengadilan Negeri di Surabaya agar Hakim Pengadilan Negeri tersebut bertindak sebagai “mediator” antara pihak Bank dengan pihak para deposantnya/pemegang giro, yang saat itu menuntut pengembalian uang depositonya.
• Bahwa permohonan Bank ini dikabulkan oleh Hakim dan terbitlah “Surat Penetapan Hakim” Pengadilan Negeri Surabaya, No. 1178/1976/S.P. tanggal 29 Mei 1976.
• Bahwa dengan dasar dan berpijak kepada “Surat Penetapan Hakim” ini, maka pihak Bank Surabaya Putera pada 5 Juni 1976 mengeluarkan suatu “Pengumuman Bank” No. 031/Sekr/1976, yang ditujukan pada semua nasabah deposito dan pemegang Giro tentang cara pembayaran kembali uang deposito dengan mengangsur 3% untuk pertama kali dan selanjutnya 1% tiap 4 bulan berikutnya. Bunga tidak dibayar.
• Bahwa menurut Majelis MA-RI, “Surat Penetapan Hakim” Pengadilan Negeri Surabaya ini, adalah batal demi hukum, karena materi dari Surat Perintah Hakim tersebut bukan menjadi wewenang Hakim/Pengadilan.
• Bahwa para deposant meskipun tidak mengisi formulir Bank sebagai tanda setuju dibayar sesuai dengan cara-cara yang diumumkan dalam Pengumuman Bank, akan tetapi pada kenyataannya telah pernah menerima uang pembayaran kembali seara angsuran dari Bank tersebut.
• Fakta ini oleh Hakim Pertama ditafsirkan sebagai: suatu persetujuan atas isi “Pengumuman Bank” tersebut. Pengumuman Bank mana disandarkan/bertumpu pada Surat Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya No. 1178/1976/SP.
• Bahwa penafsiran Hakim Pertama ini dinilai tidak benar, karena “persetujuan” yang diberikan oleh para deposant tersebut, bukan merupakan suatu “pernyataan kehendak yang bebas” dari para deposant, melainkan disebabkan oleh adanya suatu “kekeliruan hukum” (rechtsdwaling) terhadap suatu “Surat Penetapan Hakim” Pengadilan Negeri Surabaya yang secara juridis, adalah tidak syah dan ini tidak diketahui oleh para deposant.
• Bahwa menurut penilaian MA-RI, kedudukan Bank Surabaya Putera setelah bergabung/merger, menjadi Bank Perkembangan Asia, ternyata keadaan posisi keuangannya telah menjadi baik, sehingga menurut MA-RI, adalah patut dan adil, apabila Bank Perkembangan Asia, yang telah mengambil alih semua aktiva dan passiva Bank Surabaya Putera, berkewajiban secara hukum untuk membayar kembali uang deposito yang macet, berupa uang pokok ditambah dengan bunganya, sesuai dengan yang sudah diperjanjikan kepada deposant oleh Bank tersebut dalam deposito bilyetnya. Jumlah pembayaran ini akan dikurangi dengan jumlah uang yang sudah pernah diterima oleh deposant (maksudnya cicilan tahun 1976).
• Bahwa mengenai tuntutan ganti rugi uang, karena keterlambatan membayar uang deposito, MA-RI berpendapat, bahwa tuntutan ini tidak dapat dikabulkan, dengan alasan bahwa kemacetan atau keterlambatan pembayaran tersebut, bukan semata-mata kesalahan pihak Bank saja, melainkan karena Bank telah melaksanakan suatu: “Surat Penetapan Hakim” (yang sebenarnya tidak sah), akan tetapi oleh Bank tersebut dengan itikad baik, Surat Penetapan Hakim tersebut dianggapnya syah dan benar. Dengan alasan ini, maka adalah tidak patut, bila uang kerugian yang diderita para deposant tersebut harus dibebankan kepada pihak Bank.
• Bahwa dengan pertimbangan yang disebutkan diatas tadi, maka MA-RI dalam mengadili kasus ini, memutuskan dengan mar yang intinya sbb:
• Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
• Menyatakan batal demi hukum atau tidak mempunyai akibat hukum, surat yang ditandatangani Penggugat Asal yang menyatakan, Penggugat menyetujui penyicilan pembayaran deposito.
• Menghukum Tergugat, Bank Perkembangan Asia, untuk membayar kepada Penggugat Asal: uang pokok deposito beserta bunganya, dikurangi dengan cicilan pembayaran yang sudah diterima Penggugat.
• Menolak gugatan selebihnya.
• Demikian intisari yang dapat disimpulkan dari putusan MA-RI atas kasus gugatan tentang kemacetan pembayaran uang deposito Bank kepada para nasabahnya/penggugat.
(Ali Boediarto)
• Pengadilan Negeri di Surabaya: No. 377/1981. Pdt.G. tgl 1 Februari 1982.
• Pengadilan Tinggi Jawa Timur No. 850/1982. Pdt.. tgl 16 Januari 1984.
• Mahkamah Agung RI No. 3139.K/Pdt/1984, tgl 25 November 1987.
PUTUSAN BADAN PERADILAN
KASUS PEMBAJAKAN BUKU
INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS
Kasus Posisi :
• Bisnis di bidang percetakan tidaklah selalu menggembirakan, adakalanya ramai dengan pesanan, di waktu lain sepi, bahkan sama sekali tidak ada pesanan.
Sepinya pesanan (order) bagi perusahaan Percetakannya membuat Tjun toro Brata alias Wan Tjung, Direktur C.V. Metro Kencana, Jakarta-perusahaan yang bergerak dalam bisnis Cetak-Mencetak bersedia melakukan apa saja untuk menjada kelangsungan hidup usahanya.
Ditengah sepinya pesanan, pada pertengahan 1987, Wan Tjung melihat celah yang menggembirakan ketika dua orang temannya Anwar dan Gatot meminta Wan Tjung untuk memperbanyak buku-buku non fiksi terbitan IKAPI yang laris. Ada sekitar 38 judul buku yang dipesan Anwar kepada Wan Tjung dalam jumlah yang ribuan exemplar, untuk pesanan tersebut Wan Tjung telah menyanggupi pula mencetak buku non fiksi yang terbit di Malang-Jawa Timur.
• Proses mencetakpun berlangsung, untuk mengontrol mutu pesanannya, Anwar datang ke tempat percetakan Wan Tjung yang terletak tidak jauh dari rumah Wan Tjung.
• Hasil percetakan Wan Tjung yang dikerjakan dengan mesin cetak semi modern itu membuat Anwar puas, meskipun tetap ada perbedaan antara buku yang asli dengan buku yang dicetak ulang oleh Wan Tjung.
• Hasil percetakan Wan Tjung yang dikerjakan dengan mesin cetak semi modern itu membuat Anwar puas, meskipun tetap ada perbedaan antara buku yang asli dengan buku yang dicetak ulang oleh Wan Tjung.
Seperti misalnya Sampul (cover) buku yang asli berwarna lebih tajam dibandingkan dengan buku cetakan Wan Tjung.
Namun hal itu tidak berarti apa-apa bagi Anwar, karena Wan Tjung sanggup bekerja cepat untuk menyelesaikan 3.000 exemplar buku.
• Buku-buku yang selesai dicetak, sebagian ditempatkan di rumah Wan Tjung, sebagian yang lain disimpan di percetakan menunggu Anwar mengambil dan menjualnya kemudian.
Di hari yang lain, Anwar menitipkan pula sejumlah buku, karena rumahnya sempit dan tidak ada ruang untuk menyimpan buku dagangannya, Wan Tjung menurutinya. Anwar berjanji akan mengambil semua pesanan dan titipannya pada Wan Tjung selambatnya dua bulan kemudian, sekaligus melunasi ongkos cetak. Tetapi hingga waktu yang ditentukan Anwar tidak juga datang.
• Dalam masa penantian tersebut, seorang informan yang mengetahui usaha Wan Tjung mencetak buku terbitan IKAPI tanpa ijin itu melaporkan perihal usaha Wan Tjung kepada IKAPI yang sedang menggelar pameran buku, awal Agustus 1988. Bagi IKAPI, penggandaan buku-buku yang diterbitkan tanpa sepengetahuannya dirasakan sangat merugikan, karena tindakan tersebut akan mengurangi omzet penjualan mengingat harga jual buku bajakan di pasaran jauh lebih murah dibandingkan dengan yang asli. Beda harga itu bisa mencapai 50% atau separuh dari harga buku asli. Tentu saja pembeli lebih memilih buku bajakan dengan harga lebih murah.
• Mahalnya buku asli terbitan IKAPI, karena harus memperhitungkan banyaknya biaya yang harus ditanggung, yakni 6% pajak; 25% coverhead; 30% discount toko; 5-7% biaya promosi; 5% untuk distributor; 20% royalti dan 5-6% profit.
• Menurunnya omzet yang bisa sampai 50% itu, tidak saja merugikan IKAPI tapi juga berimbas pada mengecilnya honor penulis yang besar kecilnya tergantung pada jumlah buku yang terjual. Selanjutnya honor penulis yang minim tersebut membuatnya malas untuk menulis buku lagi.
• Kerugian demi kerugian tersebut, membuat pihak IKAPI menyatakan perang terhadap pembajakan buku-buku terbitannya. Maka ketika informan memberikan masukan tentang adanya pembajak buku, informasi tersebut ditanggapi serius.
• Beberapa orang terdiri dari Petugas dari Kepolisian, pihak IKAPI dan Pers, mendatangi percetakan Wan Tjung di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur. Hasil penyidikan terhadap percetakan Wan Tjung diperoleh bukti 3 truk buku bajakan dengan 38 judul buku.
• Setelah selesai diadakan Penyidikan Wan Tjung diajukan sebagai Terdakwa dengan Dakwaan: Memperbanyak atau mencetak buku tanpa izin Penerbit dan Penulis buku seperti dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
• PRIMAIR : Ex Pasal 44 (1) Undang-undang No. 7/1987
Jo. Undang-undang No. : 6/Th.1982 Jo. Pasal 65 KUHP.
• SUBSIDAIR : Ex Pasal 44 (1) Undang-undang No. 7/1987
Jo. Undang-Undang No. 6/Th.1982 Jo. Pasal 64 KUHP.
• LEBIH SUBSIDAIR : I. Ex Pasal 44 (1) Undang-Undang No.
7/Th.1987. Jo. 2. Undang-Undang No. 6/Th.1982 Jo. Pasal 65 KUHP.
II. Ex Pasal 44 (1) Undang-Undang No. 7/Th.
1987 Jo. Undang-undang No. 6/Th.1982 Jo. Pasal 65 KUHP.
• LEBIH SUBSIDAIR : Ex Pasal 44 (1) Undang-Undang No.
7/Th.1987 Jo. 2 Undang-undang No. 6/Th.1982
Jo. Pasal 64 KUHP.
• Jaksa dalam Requisitoirnya menuntut hukuman penjara selama tiga tahun dan denda Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) Subsidair enam bulan kurungan.
PENGADILAN NEGERI :
• Hakim pertama dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut :
• Dakwaan Primair yang menyatakan Terdakwa melanggar Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor: 7 tahun 1987: “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu.”
Pasal ini mengandung unsur :
1. Dengan sengaja
2. Tanpa hak
3. Memperbanyak suatu ciptaan
• Terdakwa menyatakan bahwa ia memperbanyak “Kamus Bahasa Inggris-Indonesia” dan “Indonesia-Inggris” yang tertulis atau Hassan Shadily Penerbit PT. Gramedia Jakarta atas pesanan Anwar, Terdakwa hanya menerima upahnya saja.
• Buku-buku lainnya adalah titipan Anwar dan Gatot yang sebagian dijilidkan kepada Terdakwa.
Pernyataan tersebut tidak dapat dibuktikan oleh Terdakwa maupun Saksi. Disamping itu Terdakwa mengakui telah memperbanyak buku hak cipta orang lain tanpa sepengetahuan pemilik hak cipta dan penerbit aslinya, sebagaimana dikemukakan pada Penyidik (BAP Tanggal 16 Agustus 1988). Majelis tidak melihat alasan yang dapat membenarkan alasan Terdakwa tersebut.
• Buku-buku tersebut dicetak dengan mesin semi modern yang terdapat dalam sebuah bangunan yang tampak sebagai Rumah biasa dikerjakan oleh 16 pekerja itu, tidak dapat disimpulkan merupakan titipan orang.
• Pendirian dari Penasihat Hukum mengenai tidak dikemukakannya plaat atau klise film dari buku-buku tersebut, maupun tidak adanya saksi yang melihat proses pencetakannya, dikesampingkan, karena proses pengerjaannya telah berakhir, maka plaat atau klise film tidak diperlukan lagi.
• Terdakwa tidak pernah mendapat izin mencetak barang bukti berupa buku-buku dalam perkara ini.
Pengakuan tersebut sesuai dengan keterangan para saksi bahwa pencetak buku yang dibajak itu tidak pernah memperoleh izin dari Penulis dan Penerbit untuk mencetak mengalihkan atau men-sub-kontrak-kan pencetakannya kepada siapapun, termasuk Terdakwa.
• Keterangan saksi, duplik Penasihat Hukum yang mengemukakan bahwa “buku tersebut atau buku bajakan sebagaimana diterangkan para saksi, kiranya tidak perlu lagi dipermasalahkan”, dan fakta-fakta dalam pertimbangan unsur ke-3 dimuka, membuktikan bahwa pengadaan buku-buku barang bukti dilakukan oleh Terdakwa secara tanpa hak.
• Tafsiran kata “Sengaja” dalam hukum pidana, diartikan: “Mengetahui dan dikehendaki”.
Penasihat Hukum berpendirian, bahwa Terdakwa tidak mempunyai inisiatif untuk mencetak, tetapi hanya menerima order dari Anwar untuk mencetak buku Kamus Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris dari Penulis Hassan Shadily. Dari uraian unsur ke-2 dan 3 telah terbukti bahwa Terdakwa mencetak buku tanpa izin Penerbit dan Penulis buku tersebut, tetapi dalam Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa mengatakan setelah ia mempertimbangkan tawaran Anwar dan Gatot untuk pesanan mencetak buku-buku hak cipta orang lain, Terdakwa menyatakan kesanggupannya.
Dalam kasus ini ternyata Gatot dan Anwar yang memesan buku-buku dari Terdakwa, bukanlah wakil dari suatu perusahaan atau Instansi resmi, namun demikian Terdakwa tetap memilih untuk mencetak buku yang diterbitkan atau ditulis orang lain, dengan pertimbangan ini unsur ke-1 mengenai “Kesengajaan” harus dinyatakan terbukti. Dengan demikian unsur Dakwaan Primair terpenuhi dan harus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan, Dakwaan selebihnya oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan.
• Banyaknya buku barang bukti harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri dan masing-masing menjadi tindak pidana yang diancam dengan hukuman penjara sejenis.
• Selanjutnya Majelis mempertimbangkan barang-barang ini berupa:
4. Buku-buku terdiri dari 38 judul berjumlah 24.829 eks harus dirampas untuk dimusnahkan.
5. Cover buku, dirampas untuk dimusnahkan.
6. Klise film dan plaat, dirampas untuk dimusnahkan.
7. Mesin-mesin terdiri dari :
- 1 Mesin Cetak Merk Dominant - 1 Camera Mart
- 1 Mesin Potong Kertas - 1 Mesin Polly
- 1 Mesin Jilid lem buku
- 1 Mesin plaat marking
Semua mesin ini dirampas untuk Negara.
5. - 1 Mesin Cetak Dominant
- 1 Mesin Jilid/Jahit, diserahkan kepada Liman Brata Djaja, karena terdakwa meminjam kepada yang bersangkutan.
6. Surat Izin Usaha Tetap (SIT) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) diserahkan kepada Terdakwa, karena Terdakwa juga mencetak barang cetakan dengan pesanan resmi.
• Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis memberikan putusan :
M E N G A D I L I :
Menyatakan Terdakwa Tjin Foro Brata Djaja alias Want Tjung terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan: “dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak Ciptaan berupa buku-buku sebagai gabungan dari beberapa perbuatan”.
Menghukum ia oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun 6 bulan dan denda Rp.20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Subsidair enam bulan kurungan.
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan tersebut.
Menentukan barang-barang bukti berupa :
7. Semua buku dimusnahkan.
8. Mesin sebanyak 6 buah terdiri dari mesin-mesin cetak, potong, jilid, lem, plat marking, polly dan 1 Camera Nuart dirampas untuk Negara.
9. Mesin Cetak dan Jilid/Jahit diserahkan kepada Liman Brata Djaja.
10. SIUP dan SIT diserahkan pada Terdakwa.
Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara.
PENGADILAN TINGGI
• Terdakwa Wan Tjung menyatakan Banding terhadap Putusan Hakim Pertama dalam perkara ini. Hakim Banding dalam putusannya sependapat dengan alasan Juridis Hakim Pertama terhadap dakwaan atas Terdakwa tersebut, dan selanjutnya diambil alih sebagai pertimbangannya sendiri. Tetapi mengenai lamanya hukuman yang dijatuhkan dan pengembalian barang bukti, maka Pengadilan Tinggi mempercayai pertimbangan hukum yang berbeda.
• Lima buah mesin terdiri dari : 1 mesin cetak merk Dominant; 1 mesin potong kertas RRC; 1 mesin jilid lem; 1 mesin polly; 1 mesin Kamera Nuart, berdasarkan pernyataan tanggal 14 Desember 1989 atau milik CV. Metropolitan Press sebagai yang paling berhak. Sedangkan 1 mesin plaat marking Diplomat, tetap dirampas untuk Negara.
• Pesanan pengadaan buku diperoleh Terdakwa diantaranya dari Anwar yang tidak dilibatkan dalam perkara; karenanya maka Terdakwa tidak seharusnya dibebani seluruh tanggung jawab secara sendirian.
• Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Hakim menguatkan putusan Hakim Pertama, dengan perbaikan tentang lamanya hukuman dan status dari barang bukti dalam perkara ini.
• Akhirnya Hakim Banding memberikan Putusan sebagai berikut :
Terdakwa Tjun Foro Brata Djaja alias Wan Tjung terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan:
“Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak Ciptaan, berupa buku-buku sebagai gabungan dari beberapa perbuatan”.
Menghukum dia oleh karena itu dengan Hukuman Penjara selama satu tahun delapan bulan “dan” denda sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Subsidair 6 bulan kurungan.
Menetapkan barang bukti :
a) Buku-buku, klise film dan plaat, dirampas untuk Negara.
b) Lem mesin: 1 mesin cetak Dominant; 1 mesin potong; 1 mesin Lem + merk Nuart; 1 mesin jilid lem; dan mesin polly, diserahkan kepada CV. Metropolitan Press.
c) Satu mesin plaat Diplomat, dirampas untuk Negara
d) Surat-surat SIUP dan SIT diserahkan kepada Terdakwa.
e) dst………….dst…………dst…………..
MAHKAMAH AGUNG RI :
• Terdakwa menolak Putusan Pengadilan Tinggi tersebut diatas dan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI dengan keberatan sebagai berikut :
1. Hakim Banding mengambil alih pertimbangan Hakim Pertama dengan menyatakan Terdakwa bersalah dalam Dakwaan Primair, tetapi dalam Dakwaan tersebut, Penuntut Umum juga menyebut CV. Metro Kencana, sehingga terdapat dua subjek hukum. Judex Facti tidak mempertimbangkan unsur Barang siapa.
2. Menurut Undang-Undang Saksi atau orang yang menjalani sendiri terjadinya tindak pidana. Diantara 11 saksi, 7 orang tidak melihat dan tidak mengetahui terjadinya tindak pidana; mereka mengetahui terjadinya tindak pidana; mereka mengetahui dari koran. Tidak seorangpun yang melihat proses pencetakan buku-buku Dan Anwar yang memberi order, tidak dihadirkan di persidangan.
3. Jumlah buku barang bukti, sebanyak 28 judul buku, tidak sama dengan jumlah yang disebutkan dalam putusan sebanyak 38 judul.
• Mahkamah Agung RI setelah memeriksa perkara ini berpendapat bahwa keberatan pertama Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan.
Putusan Pengadilan Tinggi tidak ternyata Pengadilan Tinggi tidak menerapkan hukum sebagaimana ketentuan Pasal 253 KHUAP, sebab yang dimaksud barang siapa ialah Terdakwa yang disebut di dalam Dakwaan.
• Keberatan kedua pun tidak dapat dibenarkan, Pengadilan Tinggi telah tepat dalam pertimbangan dan putusannya.
Disamping itu, keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan. Keberatan seperti itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan Kasasi yang hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakannya peraturan hukum sebagaimana mestinya atau tidak sesuai dengan ketentuan (Pasal 253 KUHAP / Undang-Undang No. 8 Tahun 1981).
• Mahkamah Agung RI berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan Putusan Hakim Pertama tersebut diatas oleh Majelis Mahkamah Agung RI dinilai masih perlu diperbaiki lagi, sekedar mengenai rumusan Pengurangan masa tahanan dari pidana yang dijatuhkan, sehingga amarnya akan berbunyi seperti tertera di bawah ini:
• Akhirnya Mahkamah Agung RI memberikan putusan sebagai berikut :
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan Kasasi.
Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 29 Maret 1990 Nomor: 49/Pid/1990/PT. DKI., sekedar mengenai rumusan pengurangan tahanan sehingga berbunyi sebagai berikut :
Menetapkan bahwa masa Penahanan dikurangkan seluruhnya dari Pidana yang dijatuhkan.
Menghukum Terdakwa membayar perkara dst…………dst…………….
C A T A T A N :
• Dari putusan Mahkamah Agung RI tersebut diatas dapat diangkat “Abstrak Hukum” sebagai berikut :
• Pemilik suatu percetakan menerima pesanan dari seorang pedagang buku untuk mencetak ulang beberapa judul buku ilmiah, tanpa sepengetahuan dan tanpa izin dari Penulis atau Pengarangnya, kesediaan Pemilik Percetakan untuk mencetak ulang dan memperbanyak buku tersebut, didorong oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dari ongkos cetaknya tersebut sedangkan buku tersebut ternyata laku keras di pasaran buku Perbuatan Pemilik Percetakan ini, menurut putusan Judex Facti yang dibenarkan oleh Mahkamah Agung RI dalam Putusan Kasasi, dapat dikwalifikasir sebagai perbuatan pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak ciptaan berupa buku-buku sebagai gabungan dari beberapa perbuatan.” Perbuatan pidana tersebut diatur dan diancam dengan pidana di dalam Pasal 44 (1) Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1987 Jo. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, perbuatan tersebut juga dikenal dalam Ilmu Hukum sebagai pelanggaran terhadap Intellectual Property Rights.
• Demikian Catatan atas kasus ini.
(Ali Boediarto)
• Pengadilan Negeri di Jakarta Timur.
Nomor : 19/Pid/B/1989/PN. Jkt.Tim, tgl 21 September 1989.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Nomor : 49/Pid/1990/PT.DKI., tgl 29 Maret 1990.
• Mahkamah Agung RI
Nomor : 1491.K/Pid/1990, tgl. 18 Februari 1994, Majelis terdiri dari Para Hakim Agung: H. ZAKIR, SH. sebagai Ketua Sidang dengan anggota : GERMAN HOEDIARTO, SH. dan SOENARJO, SH. serta Panitera Pengganti J. SAGALA SH.
SEMOGA BERMANFAAT UNTUK KITA SEMUA
SALAM: BILLY GUSTAMA
terima kasih atas pemuatan putusan-putusan, lebih baik lagi dikomentari oleh anda sebagai kajian ilmiah.
BalasHapustrim
samsul bahi
s.bahri1262@gmail.com